Cari Blog Ini

Senin, 02 April 2012

Kualitas Pelayanan


Kualitas pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta pihak lain yang tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Tjiptono (2000:54) menyebutkan bahwa kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini memmungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memaksimumkan pengalaman pelanggan/pasien yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan/pasien kepada perusahaan yang memberikan kualitas yang memuaskan.
      Menurut Hendroyono dalam menilai kualitas jasa terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa yaitu nyata/berwujud, keandalan, cepat tanggap, kompentensi, kemudahan, keramahan, komunikasi, kepercayaan, keamanan, pemahaman pelanggan.
      Dalam perkembangan dirasakan adanya dimensi mutu yang tumpang tindih antara satu dengan yang lain dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Oleh Hendroyono dimensi tersebut difokuskan menjadi lima dimensi kualitas jasa/pelayanan, yaitu:
1)      Berwujud (tangiabel), meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi.
2)      Keandalan (reability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
3)      Cepat tanggap (responsiveness), yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat.
4)      Kepastian (assurance) mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5)      Simpati (empaty), meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan.

Pemeriksaan Foto Abdomen 3Posisi

apakah pengertian abdomen 3 posisi?
Abdomen 3 posisi adalah prosedur pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk memperlihatkan kelainan yang terjadi pada tractus digestivus / gastrointestinal yang dilakukan dalam 3 posisi pemotretan.
apakah abdomen akut itu? dan apa saja yang masuk kategori abdomen akut?
abdomen akut adalah keadaan sakit perut mendadak yang memerlukan tindakan segera.
macam abdomen ak ut : ileus, perforasi (kebocoran dinding usus), ascites, massa intra abdominal.
bagaimanakah teknik pemeriksaan radiografi abdomen 3 posisi?
Teknik radiografi abdomen untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi yaitu abdomen AP supine, Abdomen AP setengah duduk, dan abdomen LLD.
1. ABDOMEN AP
  • Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
  • Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
  • CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
  • FFD : 100 cm
  • Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
2. ABDOMEN SETENGAH DUDUK
  • Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan MSP tubuh sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
  • Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan batas atas procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder TIDAK mengalami rotasi.
  • CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca (umbilikus)
  • FFD : 100 cm
  • jangan lupa memakai grid
  • Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
3. ABDOMEN LLD
  • Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk (difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala
  • Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
  • CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
  • FFD : 100 cm
  • Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
apakah tujuan dari masing-masing posisi?
  • Abdomen AP : memperlihatkan ada/tidaknya penebalan/distensi pada kolon yang disebabkan karena massa atau gas pada kolon itu.
  • Abdomen setengan duduk : untuk menampakkan udara bebas dibawah diafragma.
  • Abdomen LLD : untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas yang mungkin terjadi akibar perforasi kolon.
mengapa dibuat foto LLD (bukan RLD) untuk abdomen 3 posisi ini?
supaya terpisah dengan udara di lambung. pada pasien tersangka kebocoran dinding usus, udara akan berada pada permukaan teratas. jika dibuat foto RLD, udara bebas itu kan tampak menyatu/bercampur dengan udara diusus sehingga patologisnya sulit dinilai.
apa tujuan eksposi dilakukan saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh?
pada saat tahan nafas, pergerakan usus akan berhenti, diafragma akan naik dan gambaran abdomen akan tampak jelas.

Faktor Penyebab Film Reject


1. Faktor peralatan, yaitu penggunaan peralatan tidak sesuai
Contoh :
- penggunaan grid yang salah
- penggunaan film yang tidak sesuai
- otput pesawat tidak sesuai
- penggunaan screen yang tidak sesuai

2. Faktor pengolahan, berhubungan dengan procesing film. kasus yang biasa ditemui pada pengolahan/pencucian film. Contoh kasus:
a. pembangkitan yang tidak merata sehingga densitas menurun, diduga dipengaruhi karena:
- agitasi yang salah, penanggulangannya lakukan agitasi dengan benar.
- developer rendah / tidak penuh penanggulangannya cairan developer diganti
- suhu developer penanggulangannya suhu dinaikkan (standarnya 20 derajat C)

b. goresan putih pada film, diduga karena film tergores penanggulangannya perilakukan film dengan lembut saat processing

c. terdapat bercak hitam pada film, diduga dipengaruhi karena:
- agitasi tidak benar penanggulangannya lakukan agitasi dengan benar
- mark finger pada film penanggulangannya tangan harus kering saat memegang film.

d. terdapat bercak putih pada film, diduga dipengaruhi karena:
- adanya artefak pada IS penanggulangannya IS harus diganti
- film terkena cairan fixer sebelum diproses penanggulangannya usahakan film agar tidak terkena fixer
- washing yang kurang baik penanggulangannya bilas dengan baik

3. Faktor prosedur dan pasien, hal ini bisa terjadi bila komunikasi dan aba-aba antara pasien dan radiografer kurang baik.
contoh kesalahan:
- pasien bergerak saat diekspos
- pasien yang tidak melakukan prosedur atau tidak ada persiapan
- pasien yang tidak melakukan inspirasi dan tahan nafas saat foto thorax.

4. Faktor SDM / Radiografer, biasa terjadi karena:
- pengaturan posisi yang salah
- kesalahan objek yang diperiksa
- kesalahan faktor eksposi
- kesalahan pemakaian marker.