Cari Blog Ini

Jumat, 15 April 2011

PENGERTIAN POROS, SABUK, BANTALAN



                        
                       Poros
Menurut Elemenn Mesin Sularso,1987:hal 1, Poros adalah salah satu bagian terpenting dari mesin. Hampir semua  mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Secara garis besarnya poros dibedakan menjadi:


1.      Poros transmisi
Poros ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk dan sproket rantai.
2.      Spindel
Spindel adalah poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran. Syarat yang harus dipenuhi oleh poros ini adalah depormasinya harus kecil  dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
3.      Gandar
Gandar adalah poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang dimana, tidak mendapat beban puntir. Gandar ini hanya mendapat beban lentur.
Dalam merencanakan sebuah poros hal-hal penting yang diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.      Kekuatan poros
Kekuatan poros adalah kekuatan poros untuk menerima beban puntir atau lentur atau gabungannya. Perlu juga diperhatikan jika poros mendapat alur pasak atau mengalami pengecilan diameter (poros bertingkat). Jadi poros harus kuat dan mampu untuk menerima semua beban tersebut.

2.      Kekauan poros
Meskipun poros sudah kuat tetapi jika lenturan atau defleksi puntirannya harus besar, misalnya pada kotak roda gigi. Oleh karena itu disamping kekuatannya harus diperhatikan dan disesuaikan dengan mesin yang akan dilayani.
3.      Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada harga tertentu akan menimbulkan getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kristis.  Jika mungkin poros harus direncanakan dengan putaran kerja dibawah putaran kristisnya.
4.      Bahan
Bahan untuk poros hendaknya bahan yang tahan terhadap korosi, terutama untuk poros yang bersinggungan langsung dengan fluida yang korosif dan poros mesin yang sering berhenti dalam jangka waktu yang lama. Tetapi pada batas-batas tertentu dapat dilakukan perlindungan terhadap korosi.
a.             Poros yang menerima momen puntir
Momen puntir (juga disebut sebagai momen rencana) adalah T (kg.mm) maka momen puntir dapat dicari dengan :
T     = 9,74 x 105 ………..……………(2.1) Sularso,Elemen Mesen, hal. 7
Dimana:
T     = Momen Puntir / Torsi (Kg.mm)
Pd  = Daya rencana (Kw)
n1    = Putaran poros (rpm)
b.            Poros dengan beban berfluktuasi
Dalam praktek sebenarnya, poros mendapatkan momen torsi dan momen bending yang berfluktuasi. Untuk merencanakan poros lurus dan poros counter maka haruslah mempertimbangkan adanya faktor kombinasi shock  dan fatique didalam menghitung momen torsi (T) dan momen bending (M). Suatu poros yang mendapatkan beban kombinasi momen bending dan torsi, maka :
-          Momen torsi eqivalen (Te) :
Te =  ……………...   (2.2) ) Khurmi, Machine Design, hal. 431
-          Momen bending equivalen (Me) :
Me = .... (2.3) Khurmi, Machine Design, hal. 431
Dimana :
Km= faktor kombinasi shock  dan fatique untuk bending
Kt  = faktor kombinasi shock  dan fatique untuk torsi
Table 2.1 Harga Km dan Kt
Jenis Pembahasan
Km
Kt
-          Poros Diam
  1. Beban berangsur-angsur
  2. Beban mendadak (kejut)
-          Poros berputar
  1. Beban tenang (steady)
  2. Beban mendadak / kejut ringan
  3. Beban mendadak / kejut berat

1,0
1,5 – 2,0

1,5
1,5 – 2,0
2,0 – 3,0

1,0
1,5 -2,0

1,0
1,5 – 2,0
1,5 – 3,0

(Sumber : Elemen mesin I, hal. 149)
Diameter poros yang direncanakan menurut puntir equivalen (Te)
ds  =…………………………….(2.4) Khurmi, Machine Design, hal 411
Diameter poros yang direncanakan menurut puntir equivalen (Me)
ds        =…………………………….(2.5)Khurmi, Machine Design, hal 415

                       Penerus daya dengan sabuk (belt)
Sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin yang bekerjanya berdasarkan dari gesekan. Melalui gesekan antara puli dan sabuk penggerak gaya melingkar dapat dipindahkan dari puli penggerak ke puli yang digerakan. Perpindahan gaya ini tergantung dari tekanan sabuk  penggerak ke permukaan puli, maka ketegangan  dari sabuk penggerak sangatlah penting dan bila terjadi slip kekuatan geraknya akan berkurang. Transmisi sabuk dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu :
1.      Sabuk rata
Sabuk rata dipasang  pada puli silinder dan meneruskan  momen antara dua poros yang  jaraknya dapat sampai 10 m dengan perbandingan putaran  antara 1/1 sampai 6/1.
2        Sabuk dengan penampang  trapesium
Dipasang pada puli  dengan alur dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat sampai  5 m  dengan perbndingan putaran  1/1 sampai 7/1.

3.      Sabuk dan gigi
Digerakkan dengan sproket pada jarak pusat sampai 2 m dan meneruskan putaran secara tepat dengan perbandingan antara 1/1 sampai 6/1.
Sebagian besar transmisi  sabuk  menggunakan sabuk-V  karena  muda penanganannya dan harganya murah. Kecepatan sabuk  direncanakan 10 sampai 20 (m/s) pada umumnya, dan maksimum  sampai 25 (m/s). Daya maksimum  yang dapat  ditrasmisikan  kurang lebih sampai 500 (Kw).
Sumber : (Elemen Mesin II, Ir. I Made Rasta,2005,hal 48)

a.       Transmisi sabuk datar
Menurut Elemen Mesin II, Ir.I Made Rasta,2005,hal 50, sabuk penggerak  datar memberikan fleksibel, menyerap hentakan, pemindahan  kekuatan  yang efisien  pada kecepatan tinggi, tahan tehadap kikisan panas dan harganya murah. Selain itu sabuk datar ini juga  dapat dipakai  pada puli yang kecil. Kelemahan dari sabuk ini  adalah karena  sabuk ditentukan  untuk tekanan  yang tinggi, maka menyebabkan beban  yang besar  bagi batalan . Adapun tipe dari sabuk  penggerak datar ini yaitu :
1.      Sabuk terbuka
Sabuk ini digunakan  untuk menghubungkan  dua poros sejajar  dan berputar  dengan arah  yang sama. Jika jarak diantara  kedua sumbu besar, maka sisi kencang  sabuk ditempatkan  pada bagian bawah.







Gambar 2.1 Sabuk Terbuka
Sumber : Elemen Mesin II,Ir I Made Rasta, hal.50

2.      Sabuk silang



Sabuk ini digunakan untuk dua poros sejajar  dengan putaran  berlawanan arah. Untuk  menghindari sobekan keausan, jarak kedua poros maksimum 20b, dimana b adalah lebar sabuk dengan kecepatan di bawah 15 (m/s2)

Gambar 2.2 Sabuk Silang
Sumber : Elemen Mesin II,Ir I Made Rasta, hal .51   
  
3.      Sabuk perempat putaran
Digunakan pada poros yang tegak lurus dan berputar pada satu arah  tertentu. Jika dikehendaki arah lain maka perlu puli pengarah. Untuk mencegah lepasnya sabuk, lebar bidang singgung puli harus lebih besar atau sama dengan 1,4 lebar sabuk.




Gambar 2.3 Sabuk Seperempat Putaran
Sumber : Elemen Mesin II,Ir I Made Rasta, hal .51

4.      Sabuk dengan puli  pengencang
Sabuk ini digunakan pada poros sejajar dengan sudut  kontak kecil pada puli kecil.




Gambar 2.4 Sabuk Dengan Puli Penegang
Sumber : Buku Ajar Elemen Mesin II, hal.52

5.      Sabuk kompon
Digunakan  untuk meneruskan daya dari  poros satu ke poros lainnya melalui beberapa puli.
Sabuk Kompon

Gambar 2.5  Sabuk Kompon
Sumber: Buku Ajar Elemen Mesin II, hal. 52



6.      Sabuk dengan puli pelepas
Sabuk ini digunakan jika dikehendaki menghentikan atau menjalankan  poros mesin  tanpa mempengaruhi  puli penggerak. Puli yang dipasak  pada poros mesin dan yang berputar  pada kecepatan  sama poros mesin disebut  test pulley. Puli yang berputar bebas  disebut  a loose pulley.
b.   Transmisi sabuk –V
Menurut Elemen Mesin,Sularso,1987,hal 163, Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang  trapesium. Tenunan  tetoron  atau semacamnya dipergunakan sebagai inti  sabuk untuk membawa tarikan yang besar (Gambar2.6). Sabuk-V dibelitkan dikeliling alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan  bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya  yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sabuk-V dibandingkan dengan sabuk rata.
Konstruksi SabukDalam Gambar 2.7 diberikan berbagai proporsi penampang sabuk-V yang umum dipakai
1.      Terpal
2.      Bagian Penarik
3.      Karet Pembungkus
4.      Bantal Karet

Gambar 2.6 Konstruksi Sabuk –V
Sumber: Sularso (1987: 164)
Ukuran Penampang SabukV
Gambar 2.7 Ukuran Penampang Sabuk-V
Sumber: Sularso (1987: 164)




Atas dasar daya rencana dan putaran poros penggerak, penampang sabuk-V yang sesuai dapat diperoleh (lihat gambar 2.8). Daya rencana dihitung dengan mengalikan daya yang akan diteruskan dengan factor koreksi.

Gambar 2.8 Diagram pemilihan sabuk-V
Sumber : Sularso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, hal. 164

Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan putaran yang sama.  Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah. Jarak sumbu poros harus sebesar 1,5 – 2 kali diameter puli besar.
Putaran puli penggerak dan yang digerakkan berturut-turut adalah n1 (rpm) dan n2 (rpm), dan diameter nominal masing-masing adalah dp (mm) dan Dp (mm) serta perbandingan putaran U dinyatakan dengan n2/n1 atau dp/Dp. Karena sabuk-V biasanya dipakai untuk menurunkan putaran, maka perbandingan yang umum dipakai ialah perbandingan reduksi i (i > 1) dimana :
........... ....................................... (2.6) Elemen mesin Sularso.hal 166
Dimana :
n1........ = Putaran penggerak (rpm)
n2........ = Putaran yang digerakkan (rpm)
dp....... = Diameter puli penggerak (mm)
Dp...... = Diameter puli yang digerakkan (mm)
Kecepatan linier sabuk-V (m/s) adalah :
........... .................................................... (2.7) Khurmi, Machine Design, hal 667
Dimana :
V ....... = Kecepatan linier sabuk (m/s)
dp ...... = Diameter puli penggerak (mm)
n1........ = Putaran penggerak (rpm)
Panjang keliling sabuk yaitu :
…….… …(2.8)Elemen Mesin, Sularso. hal 170
Dimana :
L......... = Panjang keliling sabuk (mm)
C........ = Jarak antar poros (mm)
Tabel  2.2 Panjang Sabuk  V standar
Nomor
nominal
Nomor
nominal
Nomor
nominal
Nomor
nominal
(inch)
(mm)
(inch)
(mm)
(inch)
(mm)
(inch)
(mm)
10
254
45
1143
80
2032
115
2921
11
279
46
1168
81
2057
116
2946
12
305
47
1194
82
2083
117
2972
13
330
48
1219
83
2108
118
2997
14
356
49
1245
84
2134
119
3023
15
381
50
1270
85
2159
120
3048
16
406
51
1295
86
2184
121
3073
17
432
52
1321
87
2210
122
3099
18
457
53
1346
88
2235
123
2124
19
483
54
1372
89
2261
124
3150
20
508
55
1397
90
2311
125
3175
21
533
56
1422
91
2337
126
3200
22
559
57
1448
92
2362
127
3226
23
584
58
1473
93
2388
128
3251
24
610
59
1499
94
2413
129
3277
25
635
60
1524
95
2438
130
3302
26
660
61
1549
96
2464
131
3327
27
686
62
1575
97
2489
132
3353
28
711
63
1600
98
2515
133
3378
29
737
64
1626
99
2540
134
3404
30
762
65
1651
100
2565
135
3429
31
787
66
1676
101
2591
136
3454
32
813
67
1702
102
2616
137
3480
33
838
68
1727
103
2616
138
3505
34
864
69
1753
104
2642
139
3531

(Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan  Elemen Mesin hal, Sularso. 168)
Jumlah sabuk yang diperlukan
...........   ..………………..………………………(2.9) Elemen Mesin, Sularso. hal 173
Dimana :
N ....... = Jumlah sabuk yang diperlukan
Pd....... = Daya rencana motor (Kw)
Po....... = Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal (tabel 2.2)
KӨ..... = Faktor koreksi (tabel 2.3)
Tabel 2.3 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal Po (Kw)
Putaran puli kecil (rpm)
Penampang A
Merek Merah
Standar
Harga tambahan karena
perbandingan putaran
67 mm
100 mm
67 mm
100 mm
1,25-1,34
1,35-1,51
1,52-1,99
2,00-
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0,15
0,26
0,35
0,44
0,52
0,59
0,66
0,72
0,31
0,55
0,77
0,98
1,18
1,37
1,54
1,71
0,12
0,21
0,27
0,33
0,39
0,43
0,48
0,51
0,26
0,48
0,67
0,84
1,00
1,16
1,31
1,43
0,01
0,04
0,05
0,07
0,08
0,10
0,12
0,13
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,13
0,15
0,02
0,04
0,07
0,09
0,11
0,13
0,15
0,18
0,02
0,05
0,07
0,10
0,12
0,15
0,18
0,20

Putaran puli kecil (rpm)
Penampang B
Merek Merah
Standar
Harga tambahan karena
perbandingan putaran
118mm
150
mm
118mm
150 mm
1,25-1,34
1,35-1,51
1,52-1,99
2,00-
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0,51
0,90
1,24
1,56
1,85
2,11
2,35
2,67
0,77
1,38
1,93
2,43
2,91
3,35
3,75
4,12
0,43
0,74
1,00
1,25
1,46
1,82
1,14
1,42
0,67
1,18
1,64
2,07
2,46
2,82
2,14
3,42
0,04
0,09
0,13
0,18
0,22
0,26
0,31
0,35
0,05
0,10
0,15
0,20
0,26
0,31
0,36
0,41
0,06
0,12
0,18
0,23
0,30
0,35
0,41
0,47
0,07
0,13
0,20
0,26
0,33
0,40
0,46
0,53

(Sumber : Elemen Mesin, Sularso, hal. 172)

Tabel 2.4 Faktor Koreksi (KӨ)

Dp-dp

C
Sudut kontak Puli Kecil Ө (0)
Faktor Koreksi KӨ
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
1,20
1,30
1,40
1,50
180
174
169
163
157
151
145
139
133
127
120
113
106
99
90
83
1,00
0,99
0,97
0,96
0,94
0,93
0,91
0,89
0,87
0,85
0,82
0,80
0,77
0,73
0,70
0,65

(Sumber : Elemen Mesin, Sularso, hal. 174)
Sudut antara kedua sisi penampang sabuk yang dianggap sesuai adalah sebesar 30 – 40 derajat. Semakin kecil sudut ini, gesekan akan semakin besar karena efek baji. Sudut yang kecil pada sabuk kecil atau sabuk standar dapat menyebabkan terbenamnya sabuk kedalam alur puli. Akhir-akhir ini dalam perdagangan diperkenalkan sabuk-V dengan sudut lebar, yaitu 60 derajat. Untuk sabuk ini dipakai bahan dengan perpanjangan yang kecil untuk memperbaiki sifat buruk diatas. Tetapi dengan kondisi semacam ini, gesekan dan perbandingan tarikan yang dicapai menjadi lebih rendah.
Sifat penting dari sabuk yang perlu diperhatikan adalah perubahan bentuknya karena tekanan samping, dan ketahanannya terhadap panas. Bahan yang biasa dipakai adalah karet alam atau sentesis. Pada masa sekarang, telah banya dipakai karet niopren yang kuat. Tetapi akhir-akhir ini pemakaian inti tetoron semakin populer untuk memperbaiki sifat perubahan panjang sabuk karena kelembaban dan karena pembebanan. Dalam proses pembuatan sabuk, inti tetoron dapat mengerut pada waktu pendinginan, sehingga perlu proses khusus untuk memperbaikinya. Ada juga proses yang membiarkan pengerutan tersebut dengan perhitungan panas dan memulihkan bentuknya ke keadaan semula.
Untuk menentukan tegangan sabuk digunakan rumus :
...........   ................................ (2.10) Elemen Mesin, Sularso. hal 173
Selanjutnya digunakan rumus hubungann antara tegangan sabuk dengan sudut kontak yaitu :
........................................... (2.11) Khurmi, Machine Design, hal 666
Dimana :
T1     = Tegangan sabuk pada sisi tarik ( N )
T2     = Tegangan sabuk pada sisi tekan ( N )
     = Koefisien gesek sabuk
     = Sudut antara kedua sisi penampang sabuk
      = Sudut kontak sabuk ( rad )
Sedangkan besar momen puntir yang ditimbulkan oleh putaran puli yaitu :
         P = (T1 – T2 ) .R .............................................. (2.12) Khurmi, Machine Design, hal 668
Dimana :
P = daya ( watt )
V = kecepatan linier sabuk ( m/s2 )
c.    Penerus daya dengan sabuk gilir
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 179 Tranmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah mendapatkan perbandingan yang diinginkan. Namun transmisi sabuk tersebut mempunyai kekurangan dibandingkan rantai atau roda gigi, yaitu karena terjadi slip pada pulinya dan sabuk. Oleh karena itu macam tranmisi sabuk biasanya tidak dapat dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap. Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan tersebut yaitu sabuk gilir timing belt. Pada gambar 2.9 digambarkan sabuk gilir yang telah dililit pada sebuah puli.


Gambar 2.9 Sabuk Gilir
Sumber: Elemen Mesin, Sularso, hal.179

            Sabuk gilir terbuat dari karet neopon atau plastik peiuretan sebagai bahan cetak, dengan inti serat gelas atau kawat baja, serta gigi yang diletakan dengan teliti dipermukaan sebelah dalam dari sabuk ini. Karena sabuk ini dapat melakukan trasmisi mengait seperti roda gigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan yang tetap dapat diperoleh. Batas maximum kecepatan sabuk gilir 25 m/s2, yang berarti lebih tinggi dari sabuk-V dan daya yang dapat ditransmisikan adalah sampai 60 KW.

                       Bantalan
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 103, Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan menurun atau tidak dapat bekerja secara semestinya. Jadi bantalan dalam permesinan dapat disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung.

A.     Klasifikasi Bantalan
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 103 Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros
a.       Bantaan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan antara permukaan poros dan bantalan, karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan lapisan pelumas.








Bantalan luncur


Bantalan luncur
 












Gambar 2.10 Bantalan luncur
Sumber : Elemen Mesin, Sularso, hal. 104

b.      Bantalan gelinding
Pada bantalan gelinding terjadi gesekan gelinding antara bagian berputar dengan bagian yang diam menekan elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum dan rol bulat.







Bantalan gelinding
Gambar 2.11 Macam – Macam Bantalan Gelinding
Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso, hal. 129

2.      Atas dasar arah beban terhadap poros
a.       Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
b.      Bantalan aksial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
c.       Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.

B.        Perbandingan antara Bantalan Luncur dan Bantalan Gelinding
Bantalan luncur Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 103 mampu menumpu poros berputar tinggi dengan beban besar. Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah. Karena gesekannya yang besar pada wakyu mulai jalan, bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak begitu sederhana. Panas yang timbul dari gesekan yang besar, terutama pada beban besar, memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun demikian, karena adanya lapisan pelumas, bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara. Tingkat ketelitian yang diperlukan tidak setinggi bantalan gelinding sehingga dapat lebih mudah .
Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada bantalan luncur, tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka bantalan gelinding hanya dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. Adapun haraganya pada umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksi menurut standar dalam berbagai ukuran dan bentuk. Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang sangat rendah. Pelumasannya pun sangat sederhana, cukup dengan gemuk, bahkan pada macam yang memakai sil sendiri tak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi, namun karena adanya gerakan elemen gaduh dibandingkan dengan bantalan luncur.
Pada waktu memilih bantalan, ciri masing-masing harus dipertimbangkan sesuai pemakaian, lokasi, dan macam beban yang akan dialami.

C.      Perhitungan Beban dan Umur Bantalan Gelinding
1.             Perhitungan beban equivalen
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 134 Suatu beban yang besarnya sedemikian rupa hingga memberikan umur yang sama dengan umur yang diberikan oleh beban dan kondisi putaran sebenarnya disebut beban ekivalen dinamis. Jika suatu deformasi permanen, ekivalen dengan deformasi permanent maksimum yang terjadi karena kondisi beban statis yang sebenarnya pada bagian dimana elemen gelinding membuat kontak dengan cincin pada tegangan maksimum, maka beban yang menimbulkan deformasi tersebut dinamakan beban ekivalen statis. Misalkan sebuah bantalan membawa beban radial Fr (kg) dan beban aksial Fa (kg). Maka beban ekivalen dinamis P (kg) adalah sbagai berikut :
Untuk bantalan radial (kecuali bantalan rol silinder)
........... Pr = XV Fr + Y Fa ......................................... (2.13) Elemen Mesin, Sularso. hal 135)
Untuk bantalan aksial
........... P = X Fr + Y Fa ............................................... (2.14) Elemen Mesin, Sularso. hal 135)
Factor V sama dengan 1 untuk pembebanan pada cincin dalam yang berputar, dan 1,2 untuk pembebanan pada cincin luar yang berputar. Harga-harga X dan Y terdapat dalam table 2.5 berikut ini :
Tabel 2.5 Faktor-faktor V, X, Y dan Xo, Yo
Jenis Bantalan
Beban putaran pd cincin dalam
Beban putaran pd cincin luar
Baris tunggal Fa/VF1>e
Baris ganda Fa/VFr<eFa/VFr >e
e
Baris
Tunggal
Baris ganda
V
X
Y
X
Y
X
Y

Xo
Yo
Xo
Yo
Bantalan bola alur dalam
FaCo =          0,014
          =   0,028
          =   0,028

          =   0,084
          =   0,11
          =   0,17
          =   0,28
          =   0,42
          =          0,56         
1
1,2
0,56
2,30
1,99
1,71

1,55
1,45
1,31
1,15
1,04
1,00
1
0
0,56
2,30
1,90
1,71

1,55
1,45
1,31
1,15
1,04
1,00
0,19
0,22
0,26

0,28
0,30
0,34
0,38
0,42
0,44
0,6
0,5
0,6
0,5
Bantalan bola luar
a        =   20o
          =   25o
          =   30o
                =   35o
          =   40o

1
1,2
0,43
0,41
0,39
0,37
0,35
1,00
0,87
0,76
0,66
0,57
1
1,09
0,92
0,78
0,66
0,55
0,70
0,67
0,63
0,60
0,57
1,63
1,41
1,24
1,07
0,93
0,57
0,68
0,80
0,95
1,14
0,5
0,42
0,38
0,33
0,29
0,26
1
0,84
0,76
0,66
0,58
0,52
Untuk bantalan baris tunggal, bila Fa/VFr ≤e, X = 1, Y = 0

(Sumber : Elemen Mesin, Sularso, hal. 135)


2.             Perhitungan umur nominal
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 136 Umur nominal L (90% dari jumlah sample, setelah berputar 1 juta putaran tidak memperlihatkan kerusakan karena kelelahan gelinding) dapat ditentukan sebagai berikut :
Jika C (kg) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P (kg) beban ekivalen dinamis, maka factor kecepatan fn adalah :
Untuk bantalan bola, ....................... (2.15) Elemen Mesin, Sularso. hal 136
Untuk bantalan rol,   ................ (2.16) ; (Elemen Mesin, Sularso. hal 136)
Factor umur bantalan adalah :
Untuk kedua bantalan,  .......................... (2.17) Elemen Mesin, Sularso. hal 136
Untuk umur nominal Lh adalah:
Untuk bantalan bola, Lh = 500 fh3 ………………….(2.18) Elemen Mesin, Sularso. hal 136
Untuk bamtalan rol, Lh = 500 fh 10/3    ….…..……….(2.19) Elemen Mesin, Sularso. hal 136
Dimana:
Fn = factor kecepatan
Fh = Faktor umur
C  = Beban nominal dinamis spesifik (N)
Lh = Umur nominal bantalan (jam)

1 komentar: