Cari Blog Ini

Jumat, 15 April 2011

URINARY SISTEM


PEMERIKSAAN IVP

Anatomi Tractus Urinarius
Sistem organ dari tractus urinarius terdiri atas ginjal, ureter, kandung kencing dan uretra (menurut pearce, 1999).
                                                                 Keterangan gambar :
1.    Ginjal
2.    Ureter
3.    Kandung kencing
4.    Uretra



           
1.         Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama didaerah lumbal sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan minyak tebal. Kedudukan Ginjal dapat diperkirakan mulai dari ketinggian vertebra thorakalis XI – XII sampai vertebra lumbal III. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena hati menduduki ruang banyak disebelah kanan.
Panjang setiap ginjal 6 sampai 7 ½ cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti bentuk kacang dan berjumlah dua buah, sisi dalamnya menghadap ke tulang punggung dan sisi luar cembung, terdiri bagian kortek disebelah luar dan bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla tersusun atas lima belas sampai enam belas massa berbentuk pyramid yang disebut piramis ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal.

2.         Ureter
Terdapat dua ureter berupa dua saluran, yang masing-masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kencing. Tebal ureter kira – kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35 sampai 40 centi meter, terdiri atas dinding luar fibrus, lapisan tengah yang berotot dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan kebawah melalui rongga abdomen masuk kedalam pelvis dan dengan oblik bermuara kedalam sebelah posterior kandung kencing.
Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya, yaitu pada ruang piala ginjal yang berhubungan dengan ureter, pada waktu ureter manjadi kaku sewaktu melewati pinggir pelvis dan pada waktu menembus dinding kemih yaitu :
a.    Uretropelvic junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.
b.    Pelvic brim, yaitu ureter yang bermula dari sisi pelvis yang berpotongan antara pembuluh darah iliaka dengan uterus.
c.    Uretrovesical junction, yaitu ujung ureter dan masuk ke dalam vesika urinaria.

3.         Kandung Kencing
Kandung kencing bekerja sebagai penampung urine, organ ini berbentuk buah pier atau kendi. Letaknya didalam panggul besar. Daya tampungnya maksimumnya kira-kira 500 cc. Rasa ingin kencing terjadi pada saat kandung kencing kira-kira 250 cc, terletak  di belakang sympisis pubis, uterus dan vagina sedangkan pada pria berhubungan erat dengan prostat dan vesica seminalis.

4.         Urethra
Urethra merupakan saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang luar, dilapisi mimbran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing (Pearce, 1999).


A.       Patologi
     Neprolithiasis
Neprolithiasis merupakan penyakit yang sering terjadi pada sistem urinaria, yaitu penyakit berupa batu pada sistem urinaria. Batu sistem urinaria pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.


B.        Prosedur Pemeriksaan
1.        Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan Intra Vena Pielografi merupakan pemeriksaan traktus urinarius dengan menggunakan media kontras positif yang dimasukkan kedalam intra vena dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi ginjal dan kelainan-kelainan lain dari traktus urinarius (Amstrong dan Wastie, 1987).

2.        Media Kontras
 Media kontras merupakan bahan yang dapat di gunakan untuk menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh (baik anatomi maupun fisiologi) dalam pemeriksaan radiologi, dimana dengan foto polos  biasa organ tersebut kurang dapat dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas relatif sama. Media kontras yang sering digunakan  pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi adalah urografin 60%, urografin 70% dan ultrafis yang dimasukkan secara intra vena sebanyak 20 ml. Tes sensitifitas dilakukan dengan memasukkan media kontras ke tubuh pasien untuk melihat kerentanan terhadap media kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Rasad, 1998) :
a.    Skin tes           
 Memasukkan media kontras  beberapa cc di bawah kulit secara intra kutan kemudian ditunggu beberapa menit, jika timbul benjolan merah berarti sensitive. Untuk pasien ruangan dilakukan dengan cara memoleskan yodium di permukaan kulit, ditutup kassa dan diplester.
b.    Tes langsung
 Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Tidak jarang orang yang dilakukan Intra Vena Pielografi ini terjadi alergi sehinga tidak diperlukan pengawasan secara khusus terhadap pasien. Pada pasien yang tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi reaksi mayor atau minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti : mual-mual, gatal-gatal, mata menjadi merah, sesak nafas dan muka menjadi sembab.Reaksi mayor dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut : kolaps pembuluh darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa dingin. Tindakan untuk mengatasi reaksi terhadap media kontras adalah (Amstrong dan Wastie, 1989) :
1)    Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan shock, pasien sesak nafas.
2)    Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler atau intra vena menurut petunjuk dokter.

C.       Indikasi dan Kontra indikasi
1.         Indikasi (Bontrager, 2001)
Indikasi Pemeriksaan radiologi pada pemeriksaan traktus urinarius adalah sebagai berikut :
a.          Pembesaran prostat jinak
b.          Batu kandung kemih
c.          Radang ginjal
d.         Batu ginjal
e.          Ginjal mengalami kelainan, sehingga air seni tidak bisa dikandung kemih yang menyebabkan ginjal penuh dengan cairan, sehingga fungsi ginjal terganggu / Hydronephrosis
f.           Kasus hipertensi untuk mengetahui kelainan ginjal
g.          Penyempitan ginjal
h.          Ren Mobilis
2.         Kontra Indikasi (Bontrager, 2001)
Pemeriksaan  Intra Vena Pielografi tidak dilakukan pada kelainan-kelainan sebagai berikut:
a.          Penyakit Kencing manis
b.          Penyakit hati / lever
c.          Kegagalan jantung
d.         Anemia berat

D.       Persiapan Pemeriksaan
1.         Persiapan alat (Bontrager, 2001)
 Alat dan bahan untuk pemeriksaan  Intra Vena Pielografi yang harus dipersiapkan antara lain : Pesawat rontgen siap pakai, kaset dan film ukuran 24 x 30 cm dan 35 x 43 cm, grid, marker dan plester.
Pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi perlu dipersiapkan alat untuk memasukkan media kontras, terdiri alat bantu steril dan non steril. Alat steril yang diperlukan antara lain : spuit 20 cc, jarum ukuran 20-21, kassa, kapas alkohol, obat anti alergi dan infus set. Sedangkan alat bantu non steril terdiri atas : bengkok, pengatur waktu, tensimeter dan tabung oksigen.
2.         Persiapan penderita ( Ballinger, 1995 )
Persiapan pemeriksaan pada traktus urinarius perlu dilakukan bertujuan agar abdomen bebas dari feses dan udara dengan melakukan urus-urus. Selain itu juga harus dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin (normal 0,6-1,5 mg/100ml) dan ureum normal  (8-25 mg/100 ml) darah di laboratorium serta pengukuran tekanan darah pasien.
Prosedur pelaksanaan urus – urus (Ballinger, 1995) :
a.      Diet makan makanan lunak yang tidak berserat satu sampai dua hari sebelum pemeriksaan.
b.      Dua belas jam sebelum pemeriksaan penderita puasa hingga pemeriksaan selesai. Selama berpuasa penderita diharapkan mengurangi berbicara dan tidak merokok untuk menghindari adanya bayangan gas.
c.       Penderita dimohon buang air kecil dahulu sebelum pemeriksaan untuk pengosongan kandung kencing.

E.        Teknik Pemeriksaan
1.         Foto Polos Abdomen (Bontrager, 2001)
Tujuan pemotretan adalah untuk melihat persiapan dari penderita, apakah usus sudah bebas dari udara dan fekal. Kelainan-kelaian anatomi pada organ saluran kemih dan ntuk menentukan faktor eksposi pada pengambilan radiograf selanjutnya. Teknik pemotretan (menurut Bontrage,2001) adalah sebagai berikut :
a.           Posisi penderita    :         berbaring terlentang diatas meja pemeriksaan, kedua lengan disamping tubuh.
b.          Posisi objek           :         atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan,
c.           Kaset                       :         ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis pubis.
d.          Central Ray            :         vertikal tegak lurus terhadap kaset.
e.           Titik bidik                :         pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
f.           FFD                         :         100 cm.
g.          Eksposi                   :         dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
h.          Kriteria
dapat menampakkan organ abdomen secara keseluruhan, tidak tampak pergerakan tubuh, kedua crista iliaca simetris kanan dan kiri, gambaran vertebra tampak di pertengahan radiograf.

2.         Penyuntikan Media Kontras ( Ballinger, 1995 )
Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu dilakukan skin test terhadap pasien. Selanjutnya setelah pasien tidak mengalami alergi maka pasien tersebut telah memenuhi syarat dilakukan pemeriksaan Intra Vena Pielografi. Penyuntikan Intra Vena Pielografi mempunyai dua cara pemasukan media kontras yaitu penyuntikan langsung dan drip infus. Penyuntikan media kontras secara langsung dilakukan melalui pembuluh darah vena dengan cara memasukkan wing needle ke dalam vena mediana cubiti. Penyuntikan media kontas drip infus adalah media kontras sebanyak 40 ml dicampur dengan larutan fisiologis sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan melalui selang infus.

3.         Foto post penyuntikan media kontras
a.          Foto 5 menit setelah pemasukan media kontras (Bontrager, 2001)
a.    Tujuan               :  pemotretan ini adalah untuk melihat fungsi ginjal dan untuk melihat pengisian media kontras pada pelviocalises.
b.    Posisi penderita  :     berbaring terlentang diatas meja pemeriksaan, kedua lengan disamping tubuh.
c.     Posisi objek      : batas atas processus xypoideus dan batas bawah crista iliaca.
d.    Kaset                  :  ukuran 24 cm x 30 cm diatur melintang tubuh.
e.    CR                      :  vertikal tegak lurus terhadap kaset.
f.      Titik bidik           : ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi 10 cm diatas crista iliaca.
g.    FFD                    :  100 cm.
h.    Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
i.      Kriteria               :  dapat menampakkan kedua kontur ginjal yang terisi media kontras.
b.          Pemotretan 15 menit setelah pemasukan media kontras (Bontrager,2001).
Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian media kontras pada ureter. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
a.    Posisi penderita :     terlentang diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi objek      : atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan
c.     Kaset                  : ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis pubis.
d.    Titik bidik           :  ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
e.    CR                      :  vertikal tegak lurus terhadap kaset.
f.      FFD                    :  100 cm.
g.    Eksposi              : dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
h.    Kriteria               : dapat menampakkan media kontras mengisi kedua ureter. (Bontrager, 2001)
c.          Pemotretan 30 menit ( Ballinger, 1995 )
Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian ureter dan  kandung kencing. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
a.    Posisi penderita :     terlentang diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi objek      : atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan
c.     Kaset                  : ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis pubis.
d.    Titik bidik           :  ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
e.    CR                      :  vertikal tegak lurus terhadap kaset.
f.      FFD                    :  100 cm.
g.    Eksposi              : dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
h.    Kriteria               : Tampak batas atas vertebra thorakal XII, batas bawah sympisis pubis terlihat jelas dalam foto harus simetris (Ballinger, 1995) 
Apabila pada pengambilan radiograf tujuan pengambilan radiograf belum terpenuhi maka dibuat radiograf 60 menit, 90 menit, 120 menit. Dan apabila diperlukan maka dibuat proyeksi oblik terutama untuk kasus prostat hipertrofi


d.         Pemotretan Post Miksi
Apabila pada foto 30 menit kandung kemih sudah  terisi penuh media kontras, dan susudah diberikan proyeksi tambahan tertentu, maka pasien dipersilahkan buang air terlebih dahulu, dilanjutkan foto post miksi, namun apabila pada foto 45 menit kandung kemih belum terisi penuh dengan media kontras maka perlu ditunggu untuk foto 1 jam, 2 jam dan seterusnya. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
a.    Posisi penderita :     terlentang diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi objek      : atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan
c.     Kaset                  : ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis pubis.
d.    Titik bidik           :  ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
e.    CR                      :  vertikal tegak lurus terhadap kaset.
f.      FFD                    :  100 cm.
g.    Eksposi              : dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
h.    Kriteria               : Tampak batas atas vertebra thorakal XII, batas bawah sympisis pubis terlihat jelas dalam foto harus simetris (Ballinger, 1995)

1 komentar: